Sabtu, 18 Februari 2023

BMKG Kembali Keluarkan Peringatan Dini Cuaca Ekstrem di Sulawesi Selatan

Makassar – Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Wilayah IV Makassar mengeluarkan peringatan dini cuaca ekstrem di Sulawesi Selatan (Sulsel) yang diperkirakan terjadi pada 20 hingga 23 Februari 2023. Peringatan Dini: Kota/Kab. Pare-Pare, Barru, Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Kepulauan Selayar. Peringatan dini itu tertuang dalam surat peringatan dini cuaca Sulawesi Selatan yang dirilis pada Jumat (17/2/2023). Terpantau terjadi peningkatan potensi pertumbuhan awan hujan dan kecepatan angin di wilayah Sulsel. Terdapat kemungkinan potensi banjir rob di pesisir barat Sulsel karena bertepatan dengan fase pasang maksimum bulanan. “Prakiraan tanggal 20 – 22 Februari 2023, hujan dengan intensitas sedang hingga lebat berpotensi terjadi di wilayah Sulawesi Selatan bagian barat dan selatan. Serta potensi angin kencang di pesisir barat dan selatan Sulsel,” tulis BMKG dalam keterangannya, Jumat (3/2/2023). BMKG juga menghimbau masyarakat agar mewaspadai gelombang tinggi di perairan sekitar Sulsel. Gelombang dengan kategori Sedang (Gel. 1,25 – 2,5 m) terjadi di Perairan Parepare, Perairan Spermonde Pangkep bagian barat, dan Perairan Spermonde Pangkep. Kemudian perairan Spermonde Makassar bagian barat, Perairan Spermonde Makassar, Perairan barat Kep. Selayar, Teluk Bone bagian Utara, Teluk Bone bagian selatan, Perairan timur Kep. Selayar, Laut Flores bagian utara, Laut Flores bagian barat, Perairan P. Bonerate – Kalaotoa bagian utara, Perairan P. Bonerate – Kalaotoa bagian selatan, dan Laut Flores bagian Timur. Peringatan Dini: Kota/Kab. Pare-Pare, Barru, Pangkajene dan Kepulauan, Maros, Makassar, Gowa, Takalar, Jeneponto, dan Kepulauan Selayar. BMKG mengharapkan agar para pemangku kepentingan dan seluruh masyarakat dapat meningkatkan kesiapsiagaan terhadap potensi terjadinya bencana hidrometeorologi. “Dampak tersebut antara lain banjir rob, banjir/genangan, tanah longsor, angin kencang, pohon tumbang,” tutup BMKG. (*)
http://dlvr.it/SjZvGm

Jumat, 17 Februari 2023

Aksi Tim Medis Unhas untuk Bantu Korban Gempa di Turki

Bergerak cepat begitu tiba di lokasi tedampak gempa, tim bantuan medis Universitas Hasanuddin (Unhas) membangun tenda darurat untuk pelayanan kesehatan bagi korban gempa di Turki. Tim medis Unhas berjumlah lima orang itu tergabung dalam rombongan Emergency Medical Tim (EMT) yang berada di bawah koordinasi Pusat Krisis Kesehatan Kementerian. Hisbullah dari tim Unhas mengatakan dia bersama rekannya telah tiba di Kota Hatay, Turki, yang merupakan salah satu lokasi terdampak gempa cukup berat. “Seluruh tim dokter dan tentara nasional Indonesia bergotong-royong membangun kurang lebih 20 tenda yang akan dimanfaatkan sebagai rumah sakit lapangan,” ujar Hisbullah dilansir dari Antara pada Jumat, 17 Februari 2023. Dia mengatakan tenda pendukung lainnya didirikan untuk memaksimalkan bantuan yang berasal dari Indonesia. Selain menjadi lokasi pelayanan kesehatan, puluhan tenda itu juga akan menjadi pusat informasi bagi korban terdampak gempa. Sebelumnya, Tim Medis Unhas beserta rombongan lainnya berangkat dari Lanud Halim Perdana Kusuma menggunakan dua pesawat, yakni pesawat Boing 747 TNI-AU dan Hercules TNI-AU pada Sabtu pagi, 11 Februari 2023. Rombongan yang berangkat terdiri dari 47 orang personel Basarnas, 10 anggota Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan tim EMT sebanyak 110 orang. Hisbullah mengatakan Unhas terlibat dalam berbagai aksi kemanusiaan termasuk bencana di Turki. Dia mengatakan bencana itu tidak hanya menjadi tanggung jawab negara, tapi juga perguruan tinggi hadir dengan memberikan bantuan, khususnya bantuan di bidang kesehatan. “Tim dokter Unhas ini bukan pertama kali menjalankan tugas kemanusiaan ke luar negeri, tetapi sudah memiliki jam terbang tinggi membantu korban bencana di berbagai belahan dunia sesuai komitmen sebagai kampus humaniversity,” ujarnya.
http://dlvr.it/SjYzP1

PBB: 5 Negara Terancam Oleh Cepatnya Kenaikan Muka Laut

NEW YORK — Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) Antonio Guterres memperingatkan bahwa tinggi permukaan laut global telah meningkat lebih cepat sejak 1900. Akibatnya negara-negara seperti Indonesia, Bangladesh, Cina, India, dan Belanda dalam bahaya dan hampir 900 juta orang yang tinggal di daerah pesisir dataran rendah. “Permukaan laut rata-rata global telah meningkat lebih cepat sejak 1900 dibandingkan abad sebelumnya dalam 3.000 tahun terakhir. Lautan global telah menghangat lebih cepat selama satu abad terakhir daripada kapan pun dalam 11 ribu tahun terakhir,” ujar Guterres. Guterres menyatakan, bahwa permukaan laut akan naik secara signifikan bahkan jika pemanasan global secara ajaib dibatasi hingga 1,5 derajat Celcius. Dia memperingatkan Bumi lebih mungkin berada di jalur menuju pemanasan yang sama dengan hukuman mati bagi negara-negara yang rentan terhadap kenaikan itu, termasuk banyak negara kepulauan kecil. “Dunia kita meluncur melewati batas pemanasan 1,5 derajat yang dibutuhkan oleh masa depan yang layak huni, dan dengan kebijakan saat ini, sedang meluncur menuju 2,8 derajat, hukuman mati bagi negara-negara yang rentan,” kata Guterres. Selain negara-negara yang terancam, kota-kota besar di setiap benua akan menghadapi dampak serius. “Termasuk Kairo, Lagos, Maputo, Bangkok, Dhaka, Jakarta, Mumbai, Shanghai, Kopenhagen, London, Los Angeles, New York, Buenos Aires dan Santiago,” ujar Guterres. Kepala PBB menekankan bahwa setiap sepersekian derajat dalam pemanasan global diperhitungkan. Kenaikan permukaan laut dapat berlipat ganda jika suhu naik dua derajat Celcius dan dapat meningkat secara eksponensial dengan kenaikan suhu lebih lanjut. Menurut Guterres, peringatannya datang sesuai dengan data yang dirilis oleh Organisasi Meteorologi Dunia (WMO) dalam menjelaskan bahaya besar naiknya air laut. Menurut data yang dikutip oleh Guterres, permukaan laut rata-rata global akan naik sekitar dua hingga tiga meter selama 2.000 tahun ke depan jika pemanasan dibatasi hingga 1,5 derajat Celcius. Dengan kenaikan dua derajat Celcius, laut bisa naik hingga enam meter dan dengan kenaikan lima derajat Celcius, laut bisa naik hingga 22 meter. Konsekuensinya tidak terpikirkan. Komunitas dataran rendah dan seluruh negara dapat menghilang, dunia akan menyaksikan eksodus massal seluruh populasi, dan persaingan akan semakin sengit untuk mendapatkan air tawar, tanah, dan sumber daya lainnya. Guterres telah mencoba menarik perhatian dunia terhadap bahaya yang ditimbulkan oleh perubahan iklim untuk memacu tindakan. Guterres memperingatkan pada Oktober 2022, bahwa dunia berada dalam perjuangan hidup atau mati untuk bertahan hidup saat kekacauan iklim melaju ke depan. Dia menuduh 20 negara terkaya di dunia gagal berbuat cukup untuk menghentikan planet ini dari kepanasan. Sebulan kemudian, pemimpin PBB ini menyatakan, Bumi sedang menuju ke arah kekacauan iklim yang tidak dapat diubah. Dia mendesak para pemimpin global untuk mengembalikan dunia ke jalur yang tepat untuk mengurangi emisi, menepati janji pembiayaan iklim, dan membantu negara-negara berkembang mempercepat transisi mereka ke energi terbarukan. Guterres mengatakan dunia harus mengatasi krisis iklim sebagai akar penyebab naiknya permukaan air laut. Dia menegaskan Dewan Keamanan memiliki peran penting dalam membangun kemauan politik yang diperlukan. Pertemuan Dewan Keamanan yang diselenggarakan oleh Malta yang memegang kepresidenan dewan bulan ini mencoba mendengar pembicara dari sekitar 75 negara. Mereka terancam punah dan terkurung daratan, semuanya menyuarakan keprihatinan tentang dampak kenaikan laut yang berkelanjutan terhadap masa depan dunia. Sedangkan Presiden Majelis Umum PBB Csaba Korosi menyatakan, dengan kecepatan saat ini, permukaan laut akan menjadi satu hingga 1,6 meter lebih tinggi pada 2100. Dia mengutip data dari Program Penelitian Iklim Dunia. “Di Delta Nil dan Mekong, beberapa daerah pertanian terkaya di dunia, sepuluh hingga dua puluh persen lahan subur akan tenggelam di bawah ombak,” katanya. Korosi menyatakan, kenaikan permukaan laut yang dipicu oleh iklim juga memicu pertanyaan hukum baru yang merupakan inti dari identitas nasional dan negara. “Apa yang terjadi pada kedaulatan suatu negara, termasuk keanggotaan PBB, jika tenggelam di bawah laut?” ujarnya bertanya. “Sains memberi tahu kita bahwa apakah kota atau negara menghilang tergantung pada apakah kita sebagai manusia menangkal ancaman tersebut,” ujar Korosi. (*)
http://dlvr.it/SjX1CG