Jumat, 13 Januari 2012

Panngaderreng atau Panngadakkang

Ada kalanya orang memahami konsep panngaderreng sama dengan aturan-aturan adat dan sistem norma saja. Panngaderreng selain meliputi aspek-aspek yang disebut sistem norma dan aturan-aturan adat, yaitu hal-hal ideal yang mengandung nilai-nilai normatif (pajolloro: dan kearifan lokal), juga meliputi hal-hal dimana seseorang dalam tingkah lakunya dan dalam memperlakukan dirinya (pajolloro: membawa dirinya) dalam kegiatan dan pergaulan sosial, bukan saja merasa "harus" melakukannya, melainkan jauh lebih dari pada itu, ialah adanya semacam "larutan perasaan" bahwa seseorang itu bagian integral dari panngaderreng. Panngaderreng  adalah bahagian dari dirinya sendiri dalam keterlibatannya dengan keseluruhan pranata-pranata masyarakatnya.

Di daerah Sulawesi Selatan (A. Zainal Abidin Faried Thn 1969 hal. 4) sewaktu agama Islam telah menampakkan pengaruhnya, dikenallah istilah ade' (Bugis) ada' (Makassar, Mandar) dan sa'dan (Toraja). Sebelumnya telah dikenal istilah becci (alat meluruskan) (pajolloro: hukum kata manusia modern) yang terkenal dengan ungkapan:

  • Bilamana becci' kendor (tidak dipatuhi) maka rusaklah negeri
  • Tidak memutik pucuk nangka (simbol kejujuran)
  • Bersembunyi kebenaran
  • Dibenarkan yang salah, disalahkan yang benar. (pajolloro: seperti Indonesia sekarang?)
  • Saling makan-memakanlah orang bagai ikan
  • Saling jual-menjual, beli-membeli (pajolloro: ketika harga diri dan martabat dikonversi menjadi label harga)
  • Dapur ditumbuhi rumput-rumput
  • Lesung tertelungkup, niru digantung, alu disangkutkan.

0 komentar:

Posting Komentar

Pamopporanga, tarimakasih cika..